KUKAR: Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kutai Kartanegara (Kukar), menegaskan pemeriksaan atau razia yang dilakukan terhadap sejumlah penginapan di wilayah Kukar bukan merupakan operasi rutin, melainkan bersifat insidental sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Kepala Bidang Penegakan Produk Hukum Daerah Satpol PP Kukar, Rasidi, menyampaikan, “Biasanya itu program dadakan saja, tidak rutin. Karena kalau kita turun ke lapangan, paling yang kita tanyakan itu soal izinnya. Bukan razia, tapi izin penginapan itu apa, PBG-nya ada nggak, izin lingkungannya seperti apa. Biasanya itu dulu yang kita pastikan”, ujarnya pada Senin (13/10/2025).
Ia menambahkan, hasil dari kegiatan tersebut umumnya berujung pada pembinaan, bukan penindakan hukum langsung.
“Memang itu kontradiktif ya, karena ujungnya cuma teguran, pembinaan. Padahal kami di Satpol PP maunya ada efek jera. Kalau sarana dan prasarananya mendukung, seperti ada ruang tahanan sementara, bisa kami amankan dan sidangkan. Tapi kan itu belum ada,” katanya.
Rasidi menegaskan, bahwa Satpol PP Kukar siap berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan instansi terkait jika ditemukan adanya indikasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di penginapan.
“Kalau sudah mengarah ke TPPO, seperti kasus yang pernah kami tangani dulu, pasti kami tindak lanjut bersama pihak kepolisian dan PPA. Waktu itu sempat juga ada yang ditahan di Polres,” ungkapnya.
Ke depan kami akan memperkuat kolaborasi dengan unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) serta instansi terkait untuk menangani pelanggaran yang memiliki unsur pidana umum.
“Nanti kami akan kolaborasikan dengan Ibu Irmah dari PPA, seperti apa tindak lanjutnya kalau ditemukan pelanggaran,” ucap Rasidi.
Fokus utama Satpol PP dalam kegiatan lapangan adalah memastikan perizinan usaha dan aspek legalitas penginapan. “Kami menegaskan terkait perizinannya, bentuk usahanya seperti apa, lingkungannya mendukung atau tidak. Kadang ada penginapan yang belum lengkap izin lingkungannya,” tambahnya.
Rasidi juga menyoroti, pentingnya dukungan masyarakat sekitar terhadap keberadaan usaha penginapan.
“Kami juga perlu tahu apakah masyarakat sekitar setuju atau tidak dengan keberadaan penginapan itu. Kalau kami, bertindak sesuai dengan Perda yang berlaku,” jelasnya.
Satpol PP kerap menerima laporan warga terkait dugaan perselingkuhan di penginapan. Namun hal tersebut menurutnya lebih bersifat urusan pribadi dan keluarga, bukan ranah penegakan hukum daerah.
“Memang ada laporan seperti itu, suami dengan orang lain dan sebagainya, tapi itu urusan keluarga. Kami hanya membantu koordinasi dan pemahaman saja. Biasanya kami hubungi pihak RT, lurah, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas untuk rembuk bersama,” terangnya.
Selain aspek ketertiban, Satpol PP juga menilai keberadaan penginapan sebagai bagian dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga pengusaha wajib melengkapi izin dan pajaknya.(*van)